Hukum
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia, pasti memiliki tujuan untuk
kemaslahatan manusia. Dengan demikian, hukum yang
terkandung dalam ajaran agama Islam memiliki dinamika yang tinggi, oleh karena
itu, hukum Islam dibangun di atas karakteristik yang sangat mendasar, antara
lain; rabbany; syumuly; akhlaqy; insany; waqi’iy.
Dari kelima karakter tersebut dapat dikatakan bahwa hukum Islam berakar pada
prinsip-prinsip universal yang mencakup atau meliputi sasaran atau keadaan yang
sangat luas, dapat menampung perubahan-perubahan sesuai dengan kebutuhan ummat
manusia yang terus berkembang mengikuti perubahan tanpa bertentangan dengan
nilai-nilai yang digariskan oleh Allah SWT. Berikut bukti bahwa Syari’at Islam
yang Allah turunkan melalui Nabi dan Rasul-Nya selalu membawa maslahat bagi
Makhluk-Nya.
Melalui
penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover
University, sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz
dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur
untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit,
penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan)
ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?
Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi
yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu
dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG).
Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa
sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi
ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph
(ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.
Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang
telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi
dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang
murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan
yang diadopsi Barat.
Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang
tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran
makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis
dan vena jugularis.
Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik
pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan
mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.
Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk
merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau
penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah
yang sangat ditunggu-tunggu!
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr.
Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb.:
Penyembelihan Menurut Syariat Islam
Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam
menunjukkan:
Pertama
pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher
sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal
ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada
indikasi rasa sakit.
Kedua
pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik
secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak)
hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut,
tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.
Ketiga
setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar
biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota
tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi
antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar
melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak
naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini
diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!”
(tidak ada rasa sakit sama sekali!).
Keempat
karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal,
maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi
manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan
prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.
Penyembelihan Cara Barat
Pertama
segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh
dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga
mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih
tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat
disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih
tanpa proses stunning (pemingsanan).
Kedua
segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata
pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang
diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).
Ketiga
grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke
batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang
luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung
kehilangan kemampuannya untuk menarik dari seluruh organ tubuh, serta
tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.
Keempat
karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal,
maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga
dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian
menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khazanah
ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat
ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi
tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas
daging.
Bukan Ekspresi Rasa Sakit!
Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata
bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita
sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa
setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai
rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka
terbuka yang menganga lebar…!
Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang
sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam
dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit.
Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta
dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai
ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir
keluar dengan deras). Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk
dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya
rasa sakit itu.
Nah, jelas bukan, bahwa secara ilmiah ternyata penyembelihan secara syariat Islam
ternyata lebih ‘berperikehewanan’. Apalagi ditambah dengan anjuran untuk
menajamkan pisau untuk mengurangi rasa sakit hewan sembelihan :
“Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka jika
kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila
kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu)
hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan
binatang yang disembelihnya.” (H.R. Muslim).
Lalu bagaimankah cara menyembelih hewan secara Syar’i?? Berikut sekilas
tentang penyembelihan hewan sesuai syari’at Islam
1.
PENGERTIAN DZAKAH (PENYEMBELIHAN)
Dzakah pada asalnya berarti at-tathayub mengenakan
wangi-wangian. Dari sanalah timbul istilah ra-ihah
dzakiyah yaitu bau harum. Penyembelihan disebut dzakah karena ibahah syar’iyah
(pemubahan secara syar’i) dapat menjadikan binatang yang disembelih itu menjadi
baik.
Yang dimaksud disini ialah
penyembelihan binatang secara syar’i, karena sesungguhnya hewan yang halal
dimakan tidak boleh dimakan sedikit pun darinya kecuali disembelih terlebih
dahulu, terkecuali ikan dan belalang.
2.
ORANG YANG BINATANG SEMBELIHANNYA HALAL (UNTUK DIMAKAN)
Sembelihan setiap muslim
dan ahli kitab, baik laki-laki maupun perempuan halal hukumnya. Allah swt
berfirman:
“Dan makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu.” (QS al-Maaidah: 5).
Imam Bukhari berkata bahwa
Ibnu Abbas mengatakan, “Makanan mereka (artinya) sembelihan mereka.”
(Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2528 dan Fathul Bari IX: 636).
Dari Ka’ab bin Malik ra
bahwa ada seorang perempuan menyembelih seekor kambing dengan batu (tajam),
lalu Nabi saw ditanya tentang (penyembelihan) itu, maka Beliau menyuruh
memakannya. (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2527 dan Fathul Bari IX: 632 no: 5504).
3.
ALAT MENYEMBELIH
Menyembelih boleh dengan
segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah, selain gigi dan tulang.
Dari Abayah bin Rifa’ah
dari kakeknya bahwa ia bertutur, “Ya Rasulullah, kami tidak memiliki pisau
sembelih.” Kemudian Beliau bersabda, “Apa
saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah (waktu
menyembelihnya), maka makanlah. Selain kuku dan gigi. Adapun kuku adalah alat
sembelih orang-orang kafir Habasyah, sedangkan gigi adalah tulang.”
(Muttafaqun’alaih: Fathul Bari IX: 631 no: 5503, Muslim III: 1558 no: 1986,
‘Aunul Ma’bud VIII: 17 no: 2804, Tirmidzi III: 25 no: 1522, Nasa’I VII: 226 dan
Ibnu Majah II: 1061 no: 3178).
Dari Syaddad bin Aus ra ia
bertutur: Ada dua hal yang kuhafal dari Rasulullah saw, yaitu Beliau
bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan (atas kita) berbuat baik kepada segala sesuatu. Oleh karena
itu, apabila kamu hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik; dan
apabila kamu hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik pula,
dan hendaklah seorang di antara kamu mengasah (menajamkan) parangnya lalu
percepatlah (jalannya pisau ketika menyembelih) binatang sembelihannya!”
(Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2540, Muslim III: 1548 no: 1955, Tirmidzi II: 431
no: 1430, ‘Aunul Ma’bud VIII: 10 no: 2797, Nasa’i VII: 227 dan Ibnu Majah II:
1058 no: 3170).
4.
CARA MENYEMBELIH
Hewan terbagi dua: yaitu
hewan yang dapat disembelih dan hewan yang tidak dapat disembelih. Adapun
binatang yang gampang disembelih, maka tempat penyembelihannya adalah pada
tenggorokan dan di bawah leher, sedangkan hewan yang tidak bisa disembelih,
maka cara menyembelihnya adalah dengan jalan menikam lehernya tatkala mampu
menguasainya.
Dari Ibnu Abbas ra, ia
berkata, “Penyembelihan adalah di tenggorokan dan di pangkal leher.”
Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan
Anas ra, berkata, ”Apabila kepala terputus, maka tidak jadi masalah.”
Dari Rafi’ bin Khadij ra
bahwa ia berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya besok kami akan berhadapan
dengan musuh, sedangkan kami tidak mempunyai senjata tajam. Maka sabda
Beliau, “Segeralah
sembelih, segala sesuatu yang bisa mengalirkan darah dan disebut nama Allah
(pada waktu menyembelihnya), maka makanlah, selain gigi dan kuku. Dan saya akan
menguraikan kepadamu, adapun gigi, ia adalah tulang, sedangkan kuku adalah alat
sembelih orang-orang Habasyah.” Dan, kami mendapatkan rampasan
perang berupa unta dan kambing. Kemudian ada unta yang kabur, lalu dipanah oleh
seseorang hingga ia berhasil menangkapnya. Kemudian Rasulullah saw
bersabda, “Sesungguhnya
diantara unta-unta ini ada yang liar seperti liarnya binatang buas. Maka jika
di antara mereka ada yang sempat membuat kamu kerepotan, maka lakukanlah begini
kepadanya (yaitu panahlah di lehernya, atau bunuhlah kemudian makanlah).”
(Shahihul Jami’ no: 2185).
5.
SEMBELIHAN JANIN
Apabila ada janin keluar
dari perut induknya dalam keadaan hidup, maka ia harus disembelih. Namun
manakala ia lahir dari perut induknya yang disembelih itu dalam keadaan mati,
maka menyembelih induknya itu berarti juga sebagai sembelihan baginya.
Dari Abu Su’aid ra, ia
berkata: Kami pernah bertanya kepada Rasulullah saw perihal janin hewan, maka
sabda Beliau saw, “Makanlah
ia, kalau kalian mau; karena sesungguhnya penyembelihannya adalah menyembelih
induknya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 2451 dan ’Aunul Ma’bud
VIII: 26 no: 2811).
6.
MENYEBUT NAMA ALLAH KETIKA MENYEMBELIH
Menyebut nama Allah ketika
menyembelih binatang adalah syarat halalnya binatang sembelihan; karena
barangsiapa yang sengaja tidak menyebut nama Allah pada waktu menyembelih
binatang, maka binatang tersebut tidak halal. Allah swt berfirman:
“Maka makanlah
binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (QS al-An’aam: 118).
“Dan janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak disebutkan nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah
menjadi orang-orang yang musyrik.”
(QS al-An’aam: 121).
Dari Rafi’ bin Khadij bahwa
Nabi saw bersabda kepadanya, “Apa
saja yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah (atasnya), maka makanlah
(ia).”
7. MENGHADAPKAN BINATANG SEMBELIHAN KE ARAH KIBLAT (KETIKA MENYEMBELIH)
Dianjurkan menghadapkan
binatang yang akan disembelih ke arah Kiblat dan mengucapkan dzikir sebagai
yang Rasulullah saw contohkan dalam hadits berikut ini:
Dari Jabir bin Abdullah ra,
ia berkata, “Pada hari penyembelihan, Nabi saw pernah menyembelih dua ekor
kambing kibasy yang bertanduk, yang berwarna putih campur hitam dan dikebiri.
Tatkala Beliau menghadapkan keduanya (ke arah kiblat), Beliau mengucapkan ,
’INNII WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII
FATHARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA ’ALAA MILLATI IBRAAHIIMA HANIIFAWWA MAA ANA MINAL
MUSYRIKIIN. INNA SHALAATI WA NUSUKI WA MAHYAAYA WA MAMAATII LILLAAHI RABBIL
’ALAMIN LAA SYARIIKA LAHUU WA BIDZAALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIIN.
ALLAAHUMMA MINKA WA LAKA ’AN MUHAMMADIW WA UMMATIHII, BISMILLAHI WALLAHU AKBAR'
(Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dia yang telah menciptakan langit
dan bumi, di atas tuntunan agama Ibrahim yang lurus dan saya tidaklah termasuk
kaum musyrikin. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah
Rabbil ’Alamin yang tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang aku
perintahkan dan saya termasuk kaum muslimin. Ya Allah, dari-Mu dan hanya
untuk-Mu dari Muhammad dan ummatnya; dengan menyebut (nama) Allah, dan Allah
Maha Besar). Kemudian Beliau mulai menyembelih.”
(Shahih: Shahih Abu Daud no:
2425, ’Aunul Ma’bud VII: 496 no: 2778).
(Hadits ini didhaifkan oleh
al-Albani dalam penelitian beliau yang terakhir, lihat Dha’if Sunan Abu
Dawud no. 2795, cetakan "Maktabatul Ma’arif Riyadh", tahun 1419
H-1998 M, pengoreksi)
Sumber: Diadaptasi dari
'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz
Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam
dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul
Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 766 - 772.
Sudahkah kita yakin daging hewan yang kita konsumsi
disembelih secara Syar’i???
Dikutip dari berbagai sumber, semoga bermanfaat.